Rabu, 26 Desember 2012

TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG


MAKALAH
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1
TRANSPLANTASISUMSUM TULANG

Penyusun         : 
M. Vicky Suhartanto           
Nisa Cahyani                      
PutriYulianaMuslimah          
SitiNurika Bariatimumah      
Tegar Galie Prehatini             

PoliteknikKesehatan Kemenkes Surabaya
Program StudiDIII Keperawatan Kampus Tuban
Jalan Dr. WahidinSudiroHusodo No. 2
2012/2013


KATA PENGANTAR


Syukur alhamdulilah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Transplantasi Sumsum Tulang” ini dengan baik. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal bedah1dan juga sebagai panduan belajar.
Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan memberikan informasi yang baru dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
Penulis  mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini terutama dosen Pengajar dan teman-teman yang telah mendukung.

 
                                                                                    TubanOktober 2012
                                                                             Penulis







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3  Tujuan......................................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1  Pengertian................................................................................................... 3
2.2  Insidensi .....................................................................................................
2.3  Etiologi....................................................................................................... 3
2.3  Patofisiologi..............................................................................................   4
2.4  Pemeriksaan Diagnosis ......................................................................................  5-7
2.5  Manifestasi klinis ........................................................................................  8
2.6  Penatalaksanaaan .................................................................................................
2.6.1        Transplantasi Sumsum Tulang
2.6.2        Terapi Immunosupresif Dengan ATG
2.7  Pencegahan .....................................................................

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 9
3.2 Saran........................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................   iii
BAB 1
PENDAHULUAN


1.1.       Latar Belakang

Sistemhematologitersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuksumsum tulang dan noduslimfa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.(Brunner &suddarth, 2001)
Cairan darah tersusun atas komponen sel yang tersupensi dalam plasma darah. Sel darah dibagi menjadi eritrosit (sel darah merah, normalnya 5.000 per mm3 darah) dan lekosit (sel darah putih, normalnya 5.000 sampai 10.000 per mm3 darah). Terdapat sekitar 500 sampai 1000  eritrosittiap satu lekosit. Lekosit dapat berada dalam beberapa bentuk: eosinofil, basofil, monosit, netrofil dan limfosit. Selain itu dalam suspensi plasma, ada juga framen-fragmen sel takberinti yang disebut trombosit (normalnya 15.000 sampai 450.000 trombosit per mm3 darah). Komponen seluler darah ini normalnyamenyusun 40% sampai 45% volume darah. Fraksi darah yang ditempati oleh eritrosit disebut hematokrit. Darah terlihat sebagai cairan merah, opak dan kental. Warnanya ditentukan oleh hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah.  Pembentukan darah terjadi di sumsum tulang. Dalam hal ini sumsumtulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian tengah rongga tulang panjang.Ganguan pada sumsum tulang dapat berakibat fatal karena sumsum tulang adalah Penghasil utama darah, sehingga jika Sumsum tulang mengalami gangguan maka dapat berpengaruh pada system sirkulasi. Diantara gangguan tersebut adalah anemia, leukemia, talasemia, dan lain – lain.
Kelainan sistem hematologi yang sering terjadi adalah adanya penurunan sirkulasi jumlah sel darah merah. Kondisi ini dinamakan anemia, dapat terjadi akibat produksi sel darah merah oleh sumsum tulang berkurang atau tingginya penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, berkurangnya sel darah merah disebabkan okeh kekurangan kofaktor untuk eritropoesis, seperti asam folat, vitamin B12 dan besi. Produksi sel darah merah juga dapat turun apabila sumsum tulang tertekan (oleh tumor atau obat) atau rangsangan tidak memadai karena kekurangan eritropoetin, seperti yang terjadi pada penyakit ginjal kronis.
Anemia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Pendekatan fisiologis akan menentukan apakah defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh  defek produksi sel darah merah (anemia hipoproliferatifa) atau oleh destruksi sel darah merah (anemia hemolitika).Anemia aplalstik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sumsum tulang dan penggantian sumsum tulang dengan lemak. Dapat terjadi secara kongenital maupun didapat. Dapat juga idiopatik (dalam hal ini, tanpa penyebab yang jelas), dan merupakan penyebab utama. Berbagai macam infeksi dan kehamilan dapat mencetuskannya; atau dapat pula disebabkan oleh obat, bahkan kimia, atau kerusakan radiasi. Bahan yang sering menyebabkan aplasia sumsum tulang meliputi benzene dan turunan benzene (mis,. Perekat pesawat terbang);obat anti tumor seperti nitrogen mustard; antimetabolit, termasuk metotrexate dan 6-merkaptopurin; dan berbagai bahan toksik, seperti arsen anorganik.
Transplantasi sumsum tulang (TMT) merupakan salah satu kemungkinan terapi bagi pasien dengan kelainan perdarahan, terutama pada anemia aplastik berat, berbagai bentuk leukimia, dan talasemia. Keberhasilan penanganan ini tergantung pada kesesuaian jaringan dan toleransi pasien terhadap imunosupresi bila sel donor tidak otologus. Pasien memerlukan asuahan keperawatan intesif yang ditunjukan untuk pencegahan infeksi dan pengkajian adanya tanda dan gejala awal komplikasi.

1.2.       Rumusan Masalah
1.2.1.      Apa yang dimaksud dengan transplantasi  sumsum tulang itu?
1.2.2.      Bagaimana proses tindakan dari transplantasi sumsum tulang dan bagaimana komplikasi yang terjadi setelah dilakukan tindakan transplantasi Sumsum tulang?
1.2.3.      Bagaimana konsep anemia aplastik?
1.2.4.      Bagaimana proses keperawatan pada anemia aplastik?

1.3.       Tujuan

1.3.1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan tindakan transplantasi sumsum tulang
1.3.2.      Untuk mengetahui bagaimana proses tindakannya dan apa komplikasi yang terjadi setelah dilakukan tindakan transplantasi sumsum tulang
1.3.3.      Untuk Mengetahui konsep anemia aplastik
1.3.4.      Untuk menjelaskan proses keperawatan pada anemia aplastik

BAB II
TINJAUANPUSTAKA


2.1  Pengertian Sumsum Tulang

Sumsum tulang merupakan jaringan spons yang terdapat di tengah dari tulang-tulangpanjang dan besar seperti tulang pinggang, tulang dada, tulang punggung, dan tulang rusuk.Sumsum merupakan 4% sampai 5% berat badan total, sehingga merupakan yang paling  besar dalam tubuh. Sumsum tulang merupakan sumber yang kaya akan sel indukhematopoietic (sel yang memproduksi darah).Sumsum bisa berwarna merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempatproduksi sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama.Sedang sumsumkuning, tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksielemen darah. Selama masa kanak-kanak, sebagian sum-sum bewarna merah. Sesuai dengan pertambahanusia, sebagian besar sumsum pada tulang panjang mengalami perubahan menjadi sumsumkuning, namun masihmempertahankanpotensi untuk kembali berubah menjadi jaringanhematopoetikapabila diperlukan. Sumsum merah pada orang dewasaterbatas terutama pada rusuk, kolumnavertebralis dan tulang pipihnya. (Brunner &suddarth, 2001)
Sumsum tulang terdiri dari pembuluh darah dan tersusun atas jaringan ikat yang mengandung sel bebas. Sel paling primitif dalam populasi sel bebas ini adalah sel sistem  yang merupakan prekursor dari dua garisketurunan sel yang berbeda. Garisketurunanmieloid meliputi eritrosit, berbagai jenislekosit, dan trombosit. Garisketurunanlimfoidberdiferensiasi menjadi limfosit. (Brunner &suddarth, 2001)

2.2  Pengertian Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang adalah suatu proses menggantikan sumsum tulang yang sakit atau rusak dengan sumsum tulang yang memiliki fungsi normal. (Shirley E. Otto, 2003)
Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum tulang yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.Transplantasi sumsum tulangdilakukan untuk memberikan persediaan jaringan hematopoesti yang masih dapat berfungsi. Agar transplantasi dapat berhasil, diperlukan kemampuan menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah komplikasi selama masa penyembuhan. Dengan penggunaan imunosupresan cyclosporine, insidens penolakan tandur kurang dari 10%.(Brunner &suddarth, 2001)

2.3  Jenis transplantasi sumsum tulang
Terdapat dua jenis transplantasi sumsum tulang yang utama: autolog dan alogenik. Jenis transplantasi tergantung pada hubungan antara resipien dan donor. Transplantasi autolog adalah  transplantasi dengan mengumpulkan (menanam) sumsum tulang pasien sendiri, ditempatkan dalam tempat penyimpanan dingin (cryopreserved) dan diinfuskan kembali kepada pasien setelah pemberian regimen pengobatan tertentu. Transplantasi alogenik adalah suatu transplantasi sumsum tulang milik orang lain kepada seorang pasien. Terdapat beberapa jenis transplantasi alogenik, setiap jenisnya diberi nama sesuai dengan donor. Jenis-jenis tersebut adalah singenik (terjadi jika donor dan resipien adalah saudara kembar identik), berhubungan (donor memilikin hubungan keluarga dengan resipien, bisanya saudara kandung), tidak berhubungan (donor tidak memiliki hubungan dengan resipien). Transplantasi autolog terutama digunakan dalam terapi penyakit, sumsum tulang pasien yang mengandung sel bakal adekuat dapat mengalami pematangan menjadi eritrosit, leukosit dan trombosit yang matang. Standar utama transplantasi alogenik adalah mendapatkan donor yang cocok. Pemeriksaan tipe jaringan pasien dan calon donor adalah tahap pertama dalam identifikasi apakah pasien mendapat donor yang tepat. Untuk menentukan tipe jaringan seseorang,  sejumlah kecil darah perifer diambil dan antigen permukaan leukosit dianalisis. Antigen ini membentuk sistem HLA (human leukocyte antigen), yang memegang peranan dalam surveilens imun dengan menidentifikasi secara konstan zat-zat yng berasal dari diri sendiri maupun bukan. Suatu kecocokan yang paling baik adalah jika antigen pasien dan donor saling cocok. Kesempatan yang baik untuk mencari donor yang cocok terjadi pada saudara sekandung. Kemungkinan mencocokan seseorang dengan populasi umum hampir mencapai satu banding 20.000. jika calon donor telah diidentifikasi dengan tipe HLA, dilakukan MLC (mixed lymphocyte culture). MLC dilakukan untuk mendapat kepastian lebih jauh antara pasien dan donor.
Pilihan terakhir dalam penyediaan donor adalah pencarian donor yang tidak memiliki hubungan sama sekali. National Bone Marrow Donor Registry Program (NBMDR) didirikan pada tahun 1987 untuk tujuan tersebut. Pusat register ini memiliki lebih dari 600.000 donor sumsum tulang yang tersedia, yang semuanya telah menjalani penetuan tipe jaringan dan memiliki keinginan untuk mendonorkan sumsum tulanganya.




2.4  Prosedur Transplantasi Sumsum Tulang

1.      Seleksi Donor

Organ yang dapat diambil tanpa mengganggu funsi vital tubuh, misalnya kulit atau ginjal, dapat dicangkokan dari donor hidup, atau dari individu yang sudah mati otak. Untuk organ yang tidak banyak vaskularisasinya, misalnya kornea, tulang, pembuluh darah, dan kulit dapat pula diambil seseorang yang sudah mati klinis.
Usia donor mati otak dibatasi tidak lebih dari 50 tahun dengan harapan fungsi organ tubuh yang akan dicangkokan masih cukup baik. Selain itu, selama masa mati otak, keadaan hemodinamik donor harus tetap stabil dan tidak mendapat transfusi darah yang berlebihan. Calon donor tidak boleh mengalami trauma besar di luar otak, atau kelainan patologik.

2.      Seleksi Resipien
Penerima organ cangkok pada dasarnya menderita penyakit pada suatu organ yang tidak dapat disembuhkan dengan cara lain. Oleh karena itu, seorang resipien harus memenuhi persyaratan umum, yaitu keadaan penyakitnya dari segi organ yang bersangkutan sudah mencapai stadium terminal, tetapi tidak ada kelainan organ tubuh lainnya. Selain itu, resipien harus mempunyai stabilitas mental dan keluarga yang mendukung sehingga ada jaminan perawatan terhadap resipien pada masa pasca transplantasi.  Setelah pencangkokan, penderita harus terus meminum imunosupresan seumur hidup sehingga calon resipien harus diberi penjelasan mengenai segala dampak imunosupresi.
3.      Sel bakal daerah perifer
Sel bakal darah peifer diambil melalui suatu proses asferesis, dihasilkan ekstrak berbagai sel darah, kemudian dipisahkan, diambil sel bakal perifer dan sel-sel sisanya dikembalikan kepada pasien. Hal ini dilakukan dengan mesin asferesis yang pasiennya dihubungkan melalui jalur intravena, biasanya selama 2 sampai 6 jam. Biasanya diperlukan 6 sampai 8 kali sesi asferesis untuuk mendapatkan jumlah bakal sel perifer yang cukup untuk transplantasi. Konsentrasi sel bakal dalam sumsum tulang mencapai 100 kali lebih besar dibandingkan dengan sistem perifer. Setelah pengumpulan, sel-sel bakal perifer tersebut diawetkan dalam keadaan dingin untuk ditransplantasikan di kemudian hari.
4.      Regimen Pengkondisian
Regimen pengkondisian adalah proses penyiapan pasien untuk menerima sumsum tulang. Hal ini menyangkut tiga fungsi vital : mengobliterasi penyakit keganasan; menghancurkan status imunologis pasien yang sebelumnya; dan membuat ruangan dalam rongga tulang untuk proliferasi sil bakal yang telah ditransplantasikan. Regimen pengkondisian ini melibatkan pemberian kemoterapi dosis tinggi dengan atau tanpa radiasi tubuh total. Ada beberapa metode yang menggunakan kombinasi kemoterapi dan / radioterapi yang berlangsung selama 4 sampai 10 hari. Efek samping sebagai respons terhadap kemoterapi dan/ radioterapi dapat berlanjut untuk beberapa minggu telah transplantasi.Penatalaksanaan efek samping difokuskan pada pengendalian gejala, pencegahan komplikasi lebih lanjut dan mempertahankan kenyamanan pasien.
5.      Proses Tindakan Transplantasi Sumsum Tulang
Setelah persiapan pasien, sumsum tulang kemudian dimasukan dengan infus. Jika sebelumnnya pasien telah mendapatkan kemoterapi, dibutuhkan waktu istirahat selama 24 sampai 72 jam sebelum dilakukannya transplantasi. Waktu istirahat ini dibutuhkan berkaitan dengan adanya waktu paruh obat.
            Untuk transplantasi autolog, sumsum tulang beku di bawa ke dalam kamar resipien untuk transplantasi. Kantong sumsum dicairkan dalam larutan salin normal, diambil dengan spuit berukuran besar dan diberikan dengan cepat secara intravena melalui kateter vena sentral. Keseluruhan prosedur ini memakan waktu 20 sampai 30 menit bergantung pada volume sumsum tulang yang ditransplantasikan.
            Untuk transplantasi alogenik, sumsum tulang diberikan pada waktu yang sama setelah dikumpulkan. Prosedur ini menyerupai transfusi sel darah merah dengan mengantung kantong sumsum dan diberikan melalui kateter vena sentral. Tabung tanpa filter digunakan untuk mencegah


6.      Proses Keperawatan

Asuhan keperawatan pasien dengan transplantasisumsum tulang adalah sangat kompleks dan menuntutketerampilantingkat tinggi. Keberhasilan TST sanagatdipengaruhi oleh asuhan keperawatan pada periode sebelum tranplantasi dan sesudahnya.
Perawatan pre-transplan. Semua pasien harusmenjalanievaluasiekstensifpretransplan untuk mengkaji status klinis penyakit terkini. Pengkajiannutrisik, pemeriksaan fisik ekstensif dan tes fungsi organ, juga evaluasipsikologis dilakukan. Pemeriksaan darah meliputi pengkajian riwayat pemajanan terhadap antigen pada masa lalu, seperti dengan virus hipatitis, sitomegalovirus (CMV), virus (HIV) dan sifilis. Sistempendukungsosial dan finansial dan sumber asuransi juga dievaluasi.Infrmedcosentdanpenyuluhan pasien adalah penting.
Perawatan selama Pengobatan. Asuhanperawatan yang terampil diperlukan selama fase pengobatan TST ketika diberikankemoterapidosis tinggi dan radiasi seluruh tubuh. Toksisitas akut, mual. Diare, mukositis dan hemoragisistitisakanmembutuhkanperhatian keperawatan terus menerus.
Sepanjangperiode aplasia sumsum tulang sampai terjadi engraftementsumsum tulang baru, pasien berisiko tinggi terhadap kematian akibat sepsis dan perdarahan. Infeksi mungkin bersumber dari bakteri, virus, jaur atau dari protozoa. Komplikasi ginjal timbul dari obat-obat kemoterapinefrotoksik yang digunakan dalam regimen yang dikondisikan atau untuk mengobati infeksi (amfoterisin B dan aminoglikosida). Sindromlisis tumor atau nekrosis tubular akut juga mengancam pasien setelah transplantasisumsum tulang.
Penyakit tandur-versus-hospes (GVHD) membutuhkanpengkajian keperawatan yang sangat terampil untuk mendeteksi dini efek GHVD terhadap limpa, hepar dan usus. Penyakit vena-oklusif hepar akibat regimen yang dikondisikan yang digunakan dalam TST terjadi kira-kira pada 40% pasien dan mengakibatkanretensi cairan, ikterik, nyeri abdomen, hepatomegali, dan ensefalopati. Komplikasi pulmonal seperti edema pulmonari pneumonia interstisial, dan pneumonia lainya sering menyulitkanpemulihan setelah TST.
PerawatanPasca Pengobatan.Pengkajian keperawatan yang berkelanjutan dalam kujungan tidak lanjut penting untuk mendeteksi efek lanjut terapi pada pasien TST. Komplikasi lanjut terjadi 100 hari atau nantinyavarisela zoster. Abnormalitaspulmonalrestriktif dan pneumonia kambuhan dapat terjadi. Sterilitas sering terjadi. GVHD  kronik yang terjadi mencakup kulit, hepar, usus, esofagus, mata, paru-paru, sendi, dan mukosa vaginal. Katarak  seringterjadisetelahiradiasi tubuh total.
Perhatian Keperawatan Lain. Donor sering mengalami perubahan suasana hati, penurunanhargadiri, dan rasa bersalah akibat perasaan gagal. Anggota keluarga harusdididik dan didukung secara tepat untuk mengurangiansetas dan bantuankoping selama waktu yang sulit ini. Anggota keluarga juga harusdibantusepanjang pengalaman ini untuk mempertahankanpengharapanrealistik mereka sendiri juga pasien.
Dengan makinprevalenya TST, banyak isuetik dan moral bermunculan, termasukisu-isuinformed concent,alokasi sumber, dan biaya. Memantau kualitas hidup pasien TST diperlukan untuk membantu pada pilihan pengobatan dan pembuatan keputusanmenganai pilihan ini.



BAB 3
PEMBAHSAN

3.1  Pengertian Anemia Aplastik
Anemia aplastik merupakan anemia normokromik normositer yang disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang, sedemikian sehingga sel darah yang mati tidak diganti.Anemia aplastik adalah anemia yang disertai dengan pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia adanya infiltrasi, supresi, atau pendesakan sumsum tulang. (Wiwik Handayani&Andik Sulistyo Hariwibowo,2008)
Anemia aplastik adalah gangguan kegagalan sumsum tulang yang menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi sel-sel da­rah menurun atau terhenti. Terjadi pansitopenia dan hiposelularitas sumsum. Produksi sel-sel da­rah menurun atau terhenti. Anemia Fanconi adalah bentuk anemia bawaan yang paling umum. Prognosisnya gawat. 50% pasien meninggal dalam 6 bulan setelah diagnosis. Prognosis pasien dengan Iebih dari 70% sel-sel nonhematopoietik adalah buruk. (Cecily Lynn Betz&Linda A. Sowden, 2009)

3.2  Insidensi
1.      Anemia aplastik dapat timbul pada semua usia.
2.      50% kasus bersifat idiopatik.
3.      Angka kesintasan jangka-panjang dengan pencangkokan sumsum tulang dari donor kompatibel secara histologis mencapai 70%-90% pada anak-anak.
4.      Insidens anemia aplastik yang didapat adalah satu dalam 1 juta. Insidens antara pria dan wanita seimbang.
5.      Pria dan wanita yang terkena sama dengan anemia Fanconi. Sebagian besar kasus didiagnosis pada usia 7 tahun walaupun kelainan mungkin didiagnosis pada saat bayi atau pada usia 30 sampai 40 tahun.

3.3  Etiologi
Etiologi anemia aplastik beranek ragam. Berikut ini adalah berbagai faktor yang menjadi etiologi anemia aplastik.

a.       Faktor Genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar dari padanyaditurunkan hukum Mendel. Pembagian kelompok pada faktor ini adalah sebagai berikut :
1.      Anemia fanconi
2.      Diskeratosis bawaan
3.      Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit/tulang
4.      Sindrom aplastik parsial :
a.       Sindrom Blackfand-Diamond
b.      Trombositopenia bawaan
c.       Agranulositosis bawaan

b.      Obat-obatan dan Bahan Kimia
Anemia aplastik dapat terjadi atas hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan. Obat yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Sedangkan bahan kimia yang terkenal dapat menyebabkan anemia aplastik adalah senyawa benzen.

c.       Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen.
1.      Sementara
a.       Mononukleosis infeksiosa
b.      Tuberkulosis
c.       Influenza
d.      Bruselosis
e.       Dengue
2.      Permanen
Penyebab yang terkenal ialah virus hepatitis tipe non-A dan non-B. Virus ini dapat menyebabkan anemia. Umumnya anemia aplastik pasca-hepatitis ini mempunyai prognosis yang buruk.

d.      Iradiasi
Hal ini terjadi pada pengobatan penyakit keganasan dengan sinar X.  Peningkatan dosis penyinaran sekali waktu akan menyebabkan terjadinya pansitopenia. Bila penyinaran dihentikan, sel-sel akan berproliferasi kembali. Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik berat atau ringan.

e.       Kelainan imunologis
Zat anti terhadap sel-sel hematopoietik dan likungan mikro dapat menyebabkan aplastik.

f.       Idiopatik
Sebagian besar (50-70%) penyebab anemia aplastik tidak diketahui atau bersifat idiopatik

g.      Anemia aplastik pada keadaan atau penyakit lain
Seperti leukimia akut, hemoglobinuria nokturnal paroksimal, dan kehamilan dimana semua keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya pansitopenia.

3.4  Patofisiologi
Anemia aplalstik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sumsum tulang dan penggantian sumsum tulang dengan lemak. Dapat terjadi secara kongenital maupun didapat. Dapat juga idiopatik (dalam hal ini, tanpa penyebab yang jelas), dan merupakan penyebab utama. Berbagai macam infeksi dan kehamilan dapat mencetuskannya; atau dapat pula disebabkan oleh obat, bahkan kimia, atau kerusakan radiasi. Bahan yang sering menyebabkan aplasia sumsum tulang meliputi benzene dan turunan benzene (mis,. Perekat pesawat terbang);obat anti tumor seperti nitrogen mustard; antimetabolit, termasuk metotrexate dan 6-merkaptopurin; dan berbagai bahan toksik, seperti arsen anorganik.
            Berbagai bahan yang kadang juga menyebabkan aplasia atau hipoplasia meliputi berbagai antimikrobial, anti kejang, obat antitiroid, obat hipoglikemik oral, antihistamini, analgetik, sedativ, phenothiazine, insektisida, dan logam berat. Yang tersering adalah antimikrobial,chloramphenicol, dan arsenik organik, anti kejang memphenytoin (Mesantoin), dan trimethadione (Tridione), obat analgetika antiinflamasi phenybutazone, sulfonamide, dan senyawa emas.
            Dalam berbagai keadaan, anemia aplastik terjadi saat obat atau bahan kimia masuk dalam jumlah toksik. Namun, pada beberapa orang, dapat timbul pada dosis yang dianjurkan untuk pengobatan. Kasus terakhir dapat dianggap sebagai reaksi obat idiosinkrasia pada orang yang sangat peka dengan alasan yang tidak jelas. Apabila pajananya segera dihentikan( dalam hal ini, pada saat pertama kali timbulnya retikulositopenia, topenia, atau trombositopenia) dapat diharapkan penyembuhan yang segera dan sempurna. Pria muda di masa pubertas hepatitis mempunyai resiko tinggi mengalami anemia aplastik berat, dengan angka mortalitas tinggi, 90% pada tahun pertama dengan angka rerata ketahanan hidup enam bulan; transplantasi sumsum tulang merupakan penanganan pilihan.
            Apapun bahan penyebabnya, apabila pajanan dilanjutkan setelah tanda hipoplasia muncul, maka depresi sumsum tulang akan berkembang sampai titik di mana terjadi kegagalan sempurna dan ireversibel, disinilah pentingnya pemeriksaan angka darah sesering mungkin pada pasien yang mendapat pengobatan atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang dapat menyebabkan anamia aplastik.




3.5    Pemeriksaan Diagnostik

Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sumsum tulang, aspirasi sumsum tulang sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan biopsi untuk menentukan beratnya penurunan elemen sumsum normal dan penggantian oleh lemak. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekursor granulosit, eritrosit, dan trombosit. Akibatnya, terjadi pansitopenia (defisiensi semua elemen sel darah).

Evaluasi diagnostik yang dirasakan adalah sebagai berikut :
1.      Sel darah
-          Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan
-          Jenis anemia adalah anemia normukromik normositer desertai retikulositopenia
-          Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah tepi
-          Trombositopenia yang berfariasi dari ringan sampai dengan sangat berat
2.      Laju endap darah
Laju endap darah selalu meningkat, sebanyak 62 dari 70 kasus mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam satu jam pertama (Salonder, dalam IPD jillid II)
3.      Faal hemostatik
Waktu perdarahan memanjang dan retrikasi bekuan menjadi buruk yang disebabkan oleh trombositopenia.
4.      Sumsum tulang
Hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar secara merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan diagnosis anemia aplastik. Pemeriksaan ini harus diulangi pada tempat-tempat yang lain.
5.      Lain-lain
Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, dan HbF meningkat.
Komplikasi yang dapat terjadi sebagai dampak dari pemeriksaan diagnostik tersebut adalah sebagai berikut :
Ø  Gagal jantung akibat anemia berat
Ø  Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel-sel lain ikut terkena.


3.6  Manifestasi Klinis

 Awitan anemia aplastik biasanya khas yaitu bertahap, ditandai oleh kelemahan, pucat, sesak napas pada saat latihan, dan manifestasi anemia lainnya. Perdarahan abnormal akibat trombositopenia merupakan gejala satu-satunya pada sepertiga pasien. Apabila granulosit juga terlihat, pasen biasanya mengalami demam, faringitis akut, atau berbagai bentuk lain sepsis dan perdarahan. Tanda fisik selain pucat dan perdarahan kulit, biasanya tidak jelas. Pemeriksaaan hitung darah menunjukkan adanya defisiensi berbagai jenis sel darah (pansitopenia). Sel darah merah normositik dan normokromik, artinya, ukuran dan warnanya normal. Sering, pasien tidak mempunyai temuan fisik yang khas; adenopati (pembesaran kelenjar) dan hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa).

3.7  Penatalaksanaan

Seperti yang diharapkan pada keadaan yang mengenai sel hematopoetik, anemia aplastik mempunyai prognisis yang sangat buruk. Dua metode penanganan yang saat ini sering dilakukan: (1) transplantasi sumsum tulang dan(2) pemberian terapi immunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk memberikan persediaan jaringan hematopoesti yang masih dapat berfungsi. Agar transplantasi dapat berhasil, diperlukan kemampuan menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah komplikasi selama masa penyembuhan. Dengan penggunaan imunosupresan cyclosporine, insidens penolakan tandur kurang dari 10%.
Terapi immunosupresif dengan ATG diberikan untuk menghentikan fungsi imunologis yang memprpanjang aplasia sehingga memungkinkan sumsum tulang mengalami penyembuhan. ATG diberikan setiap hari melalui kateter vena sentral selama 7 sampai 10 hari. Pasien yang berespons terhadap terapi biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu sampai 3 bulan, terapi respons dapat lambat sampai 6 bulan setelah penanganan. Pasien yang mengalami anemia berat dan ditangani secara awal selama perjalanan penyakitnya mempunyai kesempatan terbaik berespons terhadap ATG.
            Berbagai penelitian menunjukkan apabila ATG dikombinasikan dengan metilprednisolon dosis tinggi, maka anga  ketahanan hidup 3-5 tahun berkisar antara 50% dan 80%. Facon dan kawan-kawan (1991) melaporkan apabila androgen ditambahkan pada ATG (dengan atau tanpa kortikostreroid dosis tinggi) angka ketahanan hidup 3 tahnunya adalah 77%. Tidak semua peneliti berhasil menggunakan terapi ini untuk anemia aplastik berat.
Terapi supportif berperan penting dalam penatalaksanaan anemia aplastik. Setaip bahan penyebab harus dihentikan. Pasien disokong dengan transfusi sel darah merah dan trombosit secukupnya untuk mengatasi gejala. Selanjutnya pasien tersebut akan mengembangkan antibodi terhadap antigen sel darah merah minor dan antigen trombosit, sehingga transfusi tidak lagi mampu menaikkan jumlah sel. Kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan atau infeksi, meskipun antibiaotik, khususnya yang aktif terhadap basil gram negatif, telah mengalami kemajuan besar pada pasien ini. Pasien dengan lekopenia yang jelas (penurunan abnormal sel darah putih) harus dilindungi terhadap kontak dengan orang lain yang mengalami infeksi. Antibiotik tidak boleh diberikan secara profilaktis pada pasien dengan kadar netrofil rendah dan abnormal (netropenia) karena antibiotik dapat mengakibatkan kegawatan akibat resistensi bakteri dan jamur.

3.8  Pencegahan

 Pencegahan pengobatan yang mengakibatkan anemia aplastik sangat penting. Karena tidak mungkin meramalkan pasien mana yang akan mengalami resksi samping terhadap bahan tertentu, obat yang potensial toksik hanya boleh digunakan apabila terapi alternatif tidak tersedia. Hitung sel darah harus dipantau dengan teliti pada pasien yang mendapat obat potensial toksik terhadap sumsum tulang, seperti chloramphenicol. Pasien yang minum obat toksik dalam jangka waktu lama harus memahami pentingnya pemeriksaan darah secara periodik dan mengerti gejala apa yang harus dilaporkan.

3.9  Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Anemia Aplastik

3.9.1    Pengkajian
1.      Anamnesa
-        Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
-       Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari anemia yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit.
-       Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anema aplastik, serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan.
-       Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya anemia, sering terjadi pada beberapa keturunan, dan anemia aplastik yang cenderung diturunkan secara genetik.
 
2.      Pemeriksaan Fisik
 a.       Aktivitas / Istirahat
-      Gejala : Keletihan, kelemahan otot, malaise umum,
              Toleransi terhadap latihan rendah
              Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
-      Tandaa: Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat
              Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya
              Ataksia, tubuh tidak tegak
       Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang menunjukkan keletihan
b.      Sirkulasi
-      Gejala: Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan GI, menstruasi berat
              Riwayat Endokarditis kronis
              Palpitasi (takikardia kompensasi)
-      Tanda : Hipotensi postural, Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi  \
              melebar,
              Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T
              Bunyi jantung murmur sistolik
              Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku
              Sclera biru atau putih seperti mutiara
              Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonsriksi kompensasi)
              Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia)
              Rambut kering, mudah putus, menipis
c.       Integritas Ego
-      Gejala:   Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan mis transfusi darah
              Ketidak tahuan terhadap tindakan operasi
-      Tanda:   Depresi
              Ansietas
d.      Eliminasi
-      Gejala:   Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
              Flatulen, sindrom malabsorpsi
              Hematemesis, feses dengan darah segar, melena
              Penurunan haluaran urine
-      Tanda:   Distensi abdomen
e.       Makanan / cairan
-      Gejala:   Penurunan masukan diet
              Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring)
              Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia
              Adanya penurunan berat badan
-      Tanda:   Membrane mukusa kering,pucat
              Turgor kulit buruk, kering, tidak elastic
              Stomatitis
              Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah
f.       Neurosensori
-      Gejala:   Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi
              Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata
              Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki
-      Tanda:   Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
              Tidak mampu berespon lambat dan dangkal
              Hemoragis retina
              Epistaksis
      
g.      Nyeri/kenyamanan
-      Gejala:   Nyeri abdomen samar, sakit kepala
-      Tanda:   Angina,

h.      Pernapasan
-      Gejala:   Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
-      Tanda:   Takipnea, ortopnea dan dyspnea
i.        Keamanan
-      Gejala:   Riwayat pekerjaan terpajan bahan kimia, misal: insektisida
              Riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau kecelakaan
              Riwayat Terapi kanker
-      Tanda:   Peteki dan Ekimosis






3.9.2   Diagnosa Keperawatan
1.        Ganguan rasa nyaman berupa nyeri berhubungan dengan prosedur transplantasi Sumsum tulang.
2.        Mekanisme koping individu tidak efektif berhubungan dengan proses transplantasi Sumsum tulang
3.        Trombositopenia berhubungan dengan transplantasi sumsusm tulang
4.        Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
5.        Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

A.    Intervensi
1.      Diagnosa: Ganguan rasa nyaman berupa nyeri berhubungan dengan prosedur transplantasi Sumsum tulang
Tujuan: Nyeri pada pasien berkurang atau hilang
Kriteria Hasil: Pasien tidak merasa nyeri dalam kurun waktu 1 minggu


Intervensi:
-          Kaji rasa nyeri yang dirasaka pasien : lokasi, kapan mulainya, frekuensi, intensits, dan kualitas
R/ Untuk mengetahui lokasi dan durasi waktu nyeri
-          Identifikasi tindakan pengendalian nyeri yang efektif
R/ Untuk mengurangi nyeri yang di rasa pasien
-          Berikan obat sesuai dengan petunjuk dokter dan kebutuhan
R/ Terapi bisa dilaksanakan sesuai prosedur dan panyakit dapat disembuhkan dengan durasi waktu yang sesuai
-          Kaji efektivitas tindakan mengatasi nyeri
Untuk mengefektifkan tindakan mengetasi nyeri seperti relaksasi dan lain - lain
-          Instruksikan pasien dengan teknik relaksasi
R/ Pasien dapat mengurangi nyeri yang dirasakan

2.      Diagnosa:  Mekanisme koping individu tidak efektif berhubungan dengan proses transplantasi Sumsum tulang
Tujuan: Koping individu berjalan dengan efektif
Kriteria Hasil: Pasien dapat melakukan koping secara efektif



Intervensi:
-          Kaji kadar stres pasien dan ansietas yang berhubungan dengan :
Ketidakpastian masa depan
Gejala yang menggangu
Perubahan konsep diri
            R/ Agar dapat Mengetahui seberapa stres pasien
-          Kaji tanda perilaku yang berisiko dan maladaptif yang berhubungan dengan tidakan kesehatan yang dilakukan

R/Untuk menghindari adanya penyakit yang beresiko lainya yang berhubungan dengan tindakan yang dilakukan

-          Identifikasi sistem dukungan pasien, pola komunikasi, dan sumber dukungan

R/Agar mempercepat proses penyembuhan pasien

-          Dorong pasien untuk mengungkapkan rasa takutnya

R/Dengan pengungkapan rasa takut pasien mampu untuk mempercepat proses penyembuhan

-          Bantu pasien untuk pemecahan masalah yang diperlukan

R/Dengan pemecahan masalah yang diperlukan oleh pasien akan mempercepat proses penyembuhan

-          Berikan kepastian bahwa kegelisahan atau stres yang dialami merupakan hal yang biasa di antara pasien transplantasi

R/ untuk memberikan pendidikan pada pasien agar pasien tidak cemas atau mengalami ansietas
-          Berikan rujukan kepada sumber-sumber pekerja sosial, bagian psikologi, atau komunikasi yang tepat
R/Dengan melakukan kolaborasi dengan Anggota tim medis lain akan memberikan perawatan yang efektif


3.      Diagnosa:  Trombositopenia berhubungan dengan transplantasi sumsusm tulang
Tujuan: Jumlah trombosit dalam darah nilanya normal yakni 150.000 – 400.000 sel/ ul darah
Kriteria Hasil: Pasien dapat terpenuhi trombositnya dalam 1 minggu

Intervensi:
-          Pantau jumlah trombosit dan antisipasi penurunannya
-          Kaji tanda dan gejala perdarahan :
Petekie, ekimosis, epistaksis
Perdarahan vaginal atau rektal

4.      Diagnosa: Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel
Tujuan: Peningkatan perfusi jaringan
Kriteria Hasil  :Klien menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.

Intervensi:
-          Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
R/ Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.

-          Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
R/ Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
-          Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
R/ Gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung
-          Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
R/ Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
-          Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.
R/ Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen
-          Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
R/ Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
-          Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R/ Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan
Tujuan: Dapat mempertahankan /meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria Hasil :
melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
-menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal

Intervensi:
1.      Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
R/ Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
2.      Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera
R/ Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera
3.      Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
R/ Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
4.      Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru
R/ Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru
5.      Meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
R/ Meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.

 
Daftar Pustaka

  1. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
2.      Otto, Shirley e.(2003): Buku Saku Keperawatan Onkologi, Jakarta: EGC; 2005
3.      Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001
4.      Handayani, Wiwik,Haribowo,. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan gangguan Sistem Hematologi jilid 1,.Jakarta:Salemba Medika; 2008
5.      Cecily, lynn Betz & Linda A. Sowden,. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Alih Bahasa Indonesia Eny Meiliya.Ed 5,. Jakarta : EGC; 2009














Tidak ada komentar:

Posting Komentar