MAKALAH
KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH 1
Penyusun :
M. Vicky Suhartanto
Nisa Cahyani
PutriYulianaMuslimah
SitiNurika
Bariatimumah
Tegar Galie Prehatini
PoliteknikKesehatan
Kemenkes Surabaya
Program
StudiDIII Keperawatan Kampus Tuban
Jalan
Dr. WahidinSudiroHusodo No. 2
2012/2013
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulilah atas
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul ”Transplantasi Sumsum Tulang” ini dengan baik. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal bedah1dan juga sebagai panduan belajar.
Makalah ini belum sepenuhnya
sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Maka dari itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan memberikan informasi
yang baru dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini terutama dosen Pengajar dan
teman-teman yang telah mendukung.
Tuban, Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang...........................................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah.......................................................................................
1
1.3
Tujuan.........................................................................................................
2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1
Pengertian................................................................................................... 3
2.2
Insidensi .....................................................................................................
2.3
Etiologi....................................................................................................... 3
2.3 Patofisiologi.............................................................................................. 4
2.4 Pemeriksaan Diagnosis
...................................................................................... 5-7
2.5 Manifestasi klinis
........................................................................................ 8
2.6 Penatalaksanaaan
.................................................................................................
2.6.1
Transplantasi Sumsum Tulang
2.6.2
Terapi Immunosupresif Dengan ATG
2.7 Pencegahan
.....................................................................
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................
9
3.2 Saran...........................................................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sistemhematologitersusun atas darah dan
tempat darah diproduksi, termasuksumsum tulang dan noduslimfa. Darah adalah
organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.(Brunner &suddarth,
2001)
Cairan darah tersusun atas komponen sel
yang tersupensi dalam plasma darah. Sel darah dibagi menjadi eritrosit (sel
darah merah, normalnya 5.000 per mm3 darah) dan lekosit (sel darah
putih, normalnya 5.000 sampai 10.000 per mm3 darah). Terdapat
sekitar 500 sampai 1000 eritrosittiap
satu lekosit. Lekosit dapat berada dalam beberapa bentuk: eosinofil, basofil,
monosit, netrofil dan limfosit. Selain itu dalam suspensi plasma, ada juga
framen-fragmen sel takberinti yang disebut trombosit (normalnya 15.000 sampai
450.000 trombosit per mm3 darah). Komponen seluler darah ini
normalnyamenyusun 40% sampai 45% volume darah. Fraksi darah yang ditempati oleh
eritrosit disebut hematokrit. Darah terlihat sebagai cairan merah, opak dan
kental. Warnanya ditentukan oleh hemoglobin yang terkandung dalam sel darah
merah. Pembentukan darah terjadi di
sumsum tulang. Dalam hal ini sumsumtulang menempati bagian dalam tulang spons
dan bagian tengah rongga tulang panjang.Ganguan pada sumsum tulang dapat
berakibat fatal karena sumsum
tulang adalah Penghasil utama darah, sehingga jika Sumsum tulang mengalami
gangguan maka dapat berpengaruh pada system sirkulasi. Diantara gangguan
tersebut adalah anemia, leukemia, talasemia, dan lain – lain.
Kelainan sistem hematologi yang sering
terjadi adalah adanya penurunan sirkulasi jumlah sel darah merah. Kondisi ini
dinamakan anemia, dapat terjadi
akibat produksi sel darah merah oleh sumsum tulang berkurang atau tingginya
penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, berkurangnya sel darah merah
disebabkan okeh kekurangan kofaktor untuk eritropoesis, seperti asam folat,
vitamin B12 dan besi. Produksi sel darah merah juga dapat turun
apabila sumsum tulang tertekan (oleh tumor atau obat) atau rangsangan tidak
memadai karena kekurangan eritropoetin, seperti yang terjadi pada penyakit
ginjal kronis.
Anemia dapat diklasifikasikan dalam
berbagai cara. Pendekatan fisiologis akan menentukan apakah defisiensi jumlah
sel darah merah disebabkan oleh defek
produksi sel darah merah (anemia hipoproliferatifa) atau oleh destruksi sel
darah merah (anemia hemolitika).Anemia aplalstik disebabkan oleh penurunan sel
prekursor dalam sumsum tulang dan penggantian sumsum tulang dengan lemak. Dapat
terjadi secara kongenital maupun didapat. Dapat juga idiopatik (dalam hal ini,
tanpa penyebab yang jelas), dan merupakan penyebab utama. Berbagai macam
infeksi dan kehamilan dapat mencetuskannya; atau dapat pula disebabkan oleh
obat, bahkan kimia, atau kerusakan radiasi. Bahan yang sering menyebabkan
aplasia sumsum tulang meliputi benzene dan turunan benzene (mis,. Perekat pesawat terbang);obat anti
tumor seperti nitrogen mustard; antimetabolit, termasuk metotrexate dan
6-merkaptopurin; dan berbagai bahan toksik, seperti arsen anorganik.
Transplantasi
sumsum tulang (TMT) merupakan salah satu kemungkinan terapi bagi pasien dengan
kelainan perdarahan, terutama pada anemia aplastik berat, berbagai bentuk
leukimia, dan talasemia. Keberhasilan penanganan ini tergantung pada kesesuaian
jaringan dan toleransi pasien terhadap imunosupresi bila sel donor tidak
otologus. Pasien memerlukan asuahan keperawatan intesif yang ditunjukan untuk
pencegahan infeksi dan pengkajian adanya tanda dan gejala awal komplikasi.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.2.1. Apa
yang dimaksud dengan transplantasi
sumsum tulang itu?
1.2.2.
Bagaimana proses tindakan dari transplantasi sumsum
tulang dan bagaimana komplikasi yang terjadi setelah
dilakukan tindakan transplantasi Sumsum tulang?
1.2.3.
Bagaimana konsep
anemia aplastik?
1.2.4.
Bagaimana proses
keperawatan pada anemia aplastik?
1.3.
Tujuan
1.3.1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan tindakan transplantasi sumsum tulang
1.3.2. Untuk mengetahui bagaimana proses
tindakannya dan apa komplikasi yang terjadi setelah dilakukan tindakan
transplantasi sumsum tulang
1.3.3.
Untuk Mengetahui konsep anemia aplastik
1.3.4.
Untuk menjelaskan proses keperawatan
pada anemia aplastik
BAB II
TINJAUANPUSTAKA
2.1 Pengertian
Sumsum Tulang
Sumsum
tulang merupakan jaringan spons yang terdapat di tengah dari tulang-tulangpanjang dan besar seperti
tulang pinggang, tulang dada, tulang punggung, dan tulang rusuk.Sumsum
merupakan 4% sampai 5% berat badan total, sehingga merupakan yang paling besar dalam tubuh. Sumsum tulang merupakan sumber yang
kaya akan sel indukhematopoietic (sel yang memproduksi darah).Sumsum
bisa berwarna merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempatproduksi sel
darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah)
utama.Sedang sumsumkuning, tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam
produksielemen darah. Selama masa kanak-kanak, sebagian sum-sum bewarna merah.
Sesuai dengan pertambahanusia, sebagian besar sumsum pada tulang panjang
mengalami perubahan menjadi sumsumkuning, namun masihmempertahankanpotensi
untuk kembali berubah menjadi jaringanhematopoetikapabila diperlukan. Sumsum merah
pada orang dewasaterbatas terutama pada rusuk, kolumnavertebralis dan tulang
pipihnya. (Brunner &suddarth, 2001)
Sumsum tulang terdiri dari pembuluh
darah dan tersusun atas jaringan ikat yang mengandung sel bebas. Sel paling
primitif dalam populasi sel bebas ini adalah sel sistem
yang merupakan prekursor dari dua garisketurunan sel yang berbeda.
Garisketurunanmieloid meliputi eritrosit, berbagai jenislekosit, dan trombosit.
Garisketurunanlimfoidberdiferensiasi menjadi limfosit. (Brunner &suddarth, 2001)
2.2 Pengertian Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang adalah suatu
proses menggantikan sumsum tulang yang sakit atau rusak dengan sumsum tulang
yang memiliki fungsi normal.
(Shirley E. Otto, 2003)
Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana
sumsum tulang yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum
tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi
radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti
sel-sel darah yang rusak karena kanker.Transplantasi sumsum
tulangdilakukan untuk memberikan persediaan jaringan hematopoesti yang masih
dapat berfungsi. Agar transplantasi dapat berhasil, diperlukan kemampuan
menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah komplikasi selama masa
penyembuhan. Dengan penggunaan imunosupresan cyclosporine, insidens penolakan
tandur kurang dari 10%.(Brunner &suddarth, 2001)
2.3 Jenis
transplantasi sumsum tulang
Terdapat dua jenis transplantasi sumsum
tulang yang utama: autolog dan alogenik. Jenis transplantasi tergantung pada
hubungan antara resipien dan donor. Transplantasi autolog adalah transplantasi dengan mengumpulkan (menanam)
sumsum tulang pasien sendiri, ditempatkan dalam tempat penyimpanan dingin (cryopreserved) dan diinfuskan kembali
kepada pasien setelah pemberian regimen pengobatan tertentu. Transplantasi
alogenik adalah suatu transplantasi sumsum tulang milik orang lain kepada
seorang pasien. Terdapat beberapa jenis transplantasi alogenik, setiap jenisnya
diberi nama sesuai dengan donor. Jenis-jenis tersebut adalah singenik (terjadi
jika donor dan resipien adalah saudara kembar identik), berhubungan (donor
memilikin hubungan keluarga dengan resipien, bisanya saudara kandung), tidak
berhubungan (donor tidak memiliki hubungan dengan resipien). Transplantasi
autolog terutama digunakan dalam terapi penyakit, sumsum tulang pasien yang
mengandung sel bakal adekuat dapat mengalami pematangan menjadi eritrosit,
leukosit dan trombosit yang matang. Standar utama transplantasi alogenik adalah
mendapatkan donor yang cocok. Pemeriksaan tipe jaringan pasien dan calon donor
adalah tahap pertama dalam identifikasi apakah pasien mendapat donor yang
tepat. Untuk menentukan tipe jaringan seseorang, sejumlah kecil darah perifer diambil dan
antigen permukaan leukosit dianalisis. Antigen ini membentuk sistem HLA (human leukocyte antigen), yang memegang
peranan dalam surveilens imun dengan menidentifikasi secara konstan zat-zat yng
berasal dari diri sendiri maupun bukan. Suatu kecocokan yang paling baik adalah
jika antigen pasien dan donor saling cocok. Kesempatan yang baik untuk mencari
donor yang cocok terjadi pada saudara sekandung. Kemungkinan mencocokan
seseorang dengan populasi umum hampir mencapai satu banding 20.000. jika calon
donor telah diidentifikasi dengan tipe HLA, dilakukan MLC (mixed lymphocyte culture). MLC dilakukan untuk mendapat kepastian
lebih jauh antara pasien dan donor.
Pilihan terakhir dalam penyediaan donor
adalah pencarian donor yang tidak memiliki hubungan sama sekali. National Bone
Marrow Donor Registry Program (NBMDR) didirikan pada tahun 1987 untuk tujuan
tersebut. Pusat register ini memiliki lebih dari 600.000 donor sumsum tulang
yang tersedia, yang semuanya telah menjalani penetuan tipe jaringan dan
memiliki keinginan untuk mendonorkan sumsum tulanganya.
2.4 Prosedur Transplantasi
Sumsum Tulang
1.
Seleksi Donor
Organ yang dapat
diambil tanpa mengganggu funsi vital tubuh, misalnya kulit atau ginjal, dapat
dicangkokan dari donor hidup, atau dari individu yang sudah mati otak. Untuk
organ yang tidak banyak vaskularisasinya, misalnya kornea, tulang, pembuluh
darah, dan kulit dapat pula diambil seseorang yang sudah mati klinis.
Usia donor mati otak
dibatasi tidak lebih dari 50 tahun dengan harapan fungsi organ tubuh yang akan
dicangkokan masih cukup baik. Selain itu, selama masa mati otak, keadaan
hemodinamik donor harus tetap stabil dan tidak mendapat transfusi darah yang
berlebihan. Calon donor tidak boleh mengalami trauma besar di luar otak, atau
kelainan patologik.
2.
Seleksi Resipien
Penerima
organ cangkok pada dasarnya menderita penyakit pada suatu organ yang tidak dapat disembuhkan dengan cara lain. Oleh
karena itu, seorang resipien harus memenuhi persyaratan umum, yaitu keadaan
penyakitnya dari segi organ yang bersangkutan sudah mencapai stadium terminal,
tetapi tidak ada kelainan organ tubuh lainnya. Selain itu, resipien harus
mempunyai stabilitas mental dan keluarga yang mendukung sehingga ada jaminan
perawatan terhadap resipien pada masa pasca transplantasi. Setelah pencangkokan, penderita harus terus meminum imunosupresan seumur
hidup sehingga calon resipien harus diberi penjelasan mengenai segala dampak
imunosupresi.
3.
Sel bakal daerah
perifer
Sel
bakal darah peifer diambil melalui suatu proses asferesis, dihasilkan ekstrak
berbagai sel darah, kemudian dipisahkan, diambil sel bakal perifer dan sel-sel
sisanya dikembalikan kepada pasien. Hal ini dilakukan dengan mesin asferesis
yang pasiennya dihubungkan melalui jalur intravena, biasanya selama 2 sampai 6
jam. Biasanya diperlukan 6 sampai 8 kali sesi asferesis untuuk mendapatkan
jumlah bakal sel perifer yang cukup untuk transplantasi. Konsentrasi sel bakal
dalam sumsum tulang mencapai 100 kali lebih besar dibandingkan dengan sistem
perifer. Setelah pengumpulan, sel-sel bakal perifer tersebut diawetkan dalam
keadaan dingin untuk ditransplantasikan di kemudian hari.
4. Regimen
Pengkondisian
Regimen
pengkondisian adalah proses penyiapan pasien untuk menerima sumsum tulang. Hal
ini menyangkut tiga fungsi vital : mengobliterasi penyakit keganasan;
menghancurkan status imunologis pasien yang sebelumnya; dan membuat ruangan
dalam rongga tulang untuk proliferasi sil bakal yang telah ditransplantasikan.
Regimen pengkondisian ini melibatkan pemberian kemoterapi dosis tinggi dengan
atau tanpa radiasi tubuh total. Ada beberapa metode yang menggunakan kombinasi
kemoterapi dan / radioterapi yang berlangsung selama 4 sampai 10 hari. Efek
samping sebagai respons terhadap kemoterapi dan/ radioterapi dapat berlanjut
untuk beberapa minggu telah transplantasi.Penatalaksanaan efek samping
difokuskan pada pengendalian gejala, pencegahan komplikasi lebih lanjut dan
mempertahankan kenyamanan pasien.
5. Proses Tindakan
Transplantasi Sumsum Tulang
Setelah persiapan pasien, sumsum tulang
kemudian dimasukan dengan infus. Jika sebelumnnya pasien telah mendapatkan
kemoterapi, dibutuhkan waktu istirahat selama 24 sampai 72 jam sebelum
dilakukannya transplantasi. Waktu istirahat ini dibutuhkan berkaitan dengan
adanya waktu paruh obat.
Untuk transplantasi autolog, sumsum
tulang beku di bawa ke dalam kamar resipien untuk transplantasi. Kantong sumsum
dicairkan dalam larutan salin normal, diambil dengan spuit berukuran besar dan
diberikan dengan cepat secara intravena melalui kateter vena sentral.
Keseluruhan prosedur ini memakan waktu 20 sampai 30 menit bergantung pada
volume sumsum tulang yang ditransplantasikan.
Untuk transplantasi alogenik, sumsum
tulang diberikan pada waktu yang sama setelah dikumpulkan. Prosedur ini
menyerupai transfusi sel darah merah dengan mengantung kantong sumsum dan
diberikan melalui kateter vena sentral. Tabung tanpa filter digunakan untuk
mencegah
6. Proses
Keperawatan
Asuhan keperawatan pasien dengan
transplantasisumsum tulang adalah sangat kompleks dan
menuntutketerampilantingkat tinggi. Keberhasilan TST sanagatdipengaruhi oleh
asuhan keperawatan pada periode sebelum tranplantasi dan sesudahnya.
Perawatan pre-transplan.
Semua pasien harusmenjalanievaluasiekstensifpretransplan untuk mengkaji status
klinis penyakit terkini. Pengkajiannutrisik, pemeriksaan fisik ekstensif dan
tes fungsi organ, juga evaluasipsikologis dilakukan. Pemeriksaan darah meliputi
pengkajian riwayat pemajanan terhadap antigen pada masa lalu, seperti dengan
virus hipatitis, sitomegalovirus (CMV), virus (HIV) dan sifilis.
Sistempendukungsosial dan finansial dan sumber asuransi juga dievaluasi.Infrmedcosentdanpenyuluhan pasien adalah
penting.
Perawatan selama Pengobatan. Asuhanperawatan
yang terampil diperlukan selama fase pengobatan TST ketika diberikankemoterapidosis tinggi dan radiasi
seluruh tubuh. Toksisitas akut, mual. Diare, mukositis dan hemoragisistitisakanmembutuhkanperhatian keperawatan terus menerus.
Sepanjangperiode aplasia sumsum tulang
sampai terjadi engraftementsumsum
tulang baru, pasien berisiko tinggi terhadap kematian akibat sepsis dan
perdarahan. Infeksi mungkin bersumber dari bakteri, virus, jaur atau dari
protozoa. Komplikasi ginjal timbul dari obat-obat kemoterapinefrotoksik yang
digunakan dalam regimen yang dikondisikan atau untuk mengobati infeksi
(amfoterisin B dan aminoglikosida). Sindromlisis tumor atau nekrosis tubular
akut juga mengancam pasien setelah transplantasisumsum tulang.
Penyakit tandur-versus-hospes (GVHD)
membutuhkanpengkajian keperawatan yang sangat terampil untuk mendeteksi dini
efek GHVD terhadap limpa, hepar dan usus. Penyakit vena-oklusif hepar akibat
regimen yang dikondisikan yang digunakan dalam TST terjadi kira-kira pada 40%
pasien dan mengakibatkanretensi cairan, ikterik, nyeri abdomen, hepatomegali,
dan ensefalopati. Komplikasi pulmonal seperti edema pulmonari pneumonia
interstisial, dan pneumonia lainya sering menyulitkanpemulihan setelah TST.
PerawatanPasca Pengobatan.Pengkajian
keperawatan yang berkelanjutan dalam kujungan tidak lanjut penting untuk
mendeteksi efek lanjut terapi pada pasien TST. Komplikasi lanjut terjadi 100
hari atau nantinyavarisela zoster. Abnormalitaspulmonalrestriktif dan pneumonia
kambuhan dapat terjadi. Sterilitas sering terjadi. GVHD kronik yang terjadi mencakup kulit, hepar,
usus, esofagus, mata, paru-paru, sendi, dan mukosa vaginal. Katarak seringterjadisetelahiradiasi tubuh total.
Perhatian Keperawatan Lain.
Donor sering mengalami perubahan suasana hati, penurunanhargadiri, dan rasa
bersalah akibat perasaan gagal. Anggota keluarga harusdididik dan didukung
secara tepat untuk mengurangiansetas dan bantuankoping selama waktu yang sulit ini. Anggota keluarga
juga harusdibantusepanjang pengalaman ini untuk
mempertahankanpengharapanrealistik mereka sendiri juga pasien.
Dengan
makinprevalenya TST, banyak isuetik dan moral bermunculan, termasukisu-isuinformed concent,alokasi sumber, dan
biaya. Memantau kualitas hidup pasien TST diperlukan untuk membantu pada
pilihan pengobatan dan pembuatan keputusanmenganai pilihan ini.
BAB 3
PEMBAHSAN
3.1 Pengertian Anemia
Aplastik
Anemia aplastik merupakan anemia
normokromik normositer yang disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang, sedemikian
sehingga sel darah yang mati tidak diganti.Anemia aplastik adalah anemia yang
disertai dengan pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan
primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia adanya
infiltrasi, supresi, atau pendesakan sumsum tulang. (Wiwik Handayani&Andik Sulistyo Hariwibowo,2008)
Anemia
aplastik adalah gangguan kegagalan sumsum tulang yang menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi sel-sel darah menurun atau terhenti.
Terjadi pansitopenia dan hiposelularitas sumsum.
Produksi sel-sel darah menurun atau terhenti. Anemia Fanconi adalah bentuk anemia bawaan yang
paling umum. Prognosisnya gawat. 50% pasien meninggal dalam 6 bulan setelah
diagnosis. Prognosis pasien dengan Iebih dari 70% sel-sel nonhematopoietik
adalah buruk. (Cecily Lynn
Betz&Linda A. Sowden, 2009)
3.2 Insidensi
1. Anemia aplastik dapat
timbul pada semua usia.
2.
50% kasus bersifat
idiopatik.
3. Angka kesintasan
jangka-panjang dengan pencangkokan sumsum tulang dari donor kompatibel secara
histologis mencapai 70%-90% pada anak-anak.
4. Insidens anemia
aplastik yang didapat adalah satu dalam 1 juta. Insidens antara pria dan wanita
seimbang.
5.
Pria dan wanita yang terkena sama dengan anemia
Fanconi. Sebagian besar kasus didiagnosis pada usia 7 tahun walaupun
kelainan mungkin didiagnosis pada saat bayi atau pada usia 30 sampai 40 tahun.
3.3 Etiologi
Etiologi
anemia aplastik beranek ragam. Berikut ini adalah berbagai faktor yang menjadi
etiologi anemia aplastik.
a. Faktor
Genetik
Kelompok
ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar dari
padanyaditurunkan hukum Mendel. Pembagian kelompok pada faktor ini adalah
sebagai berikut :
1. Anemia
fanconi
2. Diskeratosis
bawaan
3. Anemia
aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit/tulang
4. Sindrom
aplastik parsial :
a. Sindrom
Blackfand-Diamond
b. Trombositopenia
bawaan
c. Agranulositosis
bawaan
b. Obat-obatan
dan Bahan Kimia
Anemia
aplastik dapat terjadi atas hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan. Obat
yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Sedangkan bahan
kimia yang terkenal dapat menyebabkan anemia aplastik adalah senyawa benzen.
c. Infeksi
Infeksi
dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen.
1. Sementara
a. Mononukleosis
infeksiosa
b. Tuberkulosis
c. Influenza
d. Bruselosis
e. Dengue
2. Permanen
Penyebab yang terkenal ialah virus
hepatitis tipe non-A dan non-B. Virus ini dapat menyebabkan anemia. Umumnya
anemia aplastik pasca-hepatitis ini mempunyai prognosis yang buruk.
d. Iradiasi
Hal ini terjadi pada
pengobatan penyakit keganasan dengan sinar X.
Peningkatan dosis penyinaran sekali waktu akan menyebabkan terjadinya
pansitopenia. Bila penyinaran dihentikan, sel-sel akan berproliferasi kembali.
Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik berat atau ringan.
e. Kelainan
imunologis
Zat anti terhadap
sel-sel hematopoietik dan likungan mikro dapat menyebabkan aplastik.
f. Idiopatik
Sebagian besar (50-70%)
penyebab anemia aplastik tidak diketahui atau bersifat idiopatik
g. Anemia
aplastik pada keadaan atau penyakit lain
Seperti leukimia akut,
hemoglobinuria nokturnal paroksimal, dan kehamilan dimana semua keadaan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya pansitopenia.
3.4 Patofisiologi
Anemia
aplalstik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sumsum tulang dan
penggantian sumsum tulang dengan lemak. Dapat terjadi secara kongenital maupun
didapat. Dapat juga idiopatik (dalam hal ini, tanpa penyebab yang jelas), dan
merupakan penyebab utama. Berbagai macam infeksi dan kehamilan dapat
mencetuskannya; atau dapat pula disebabkan oleh obat, bahkan kimia, atau
kerusakan radiasi. Bahan yang sering menyebabkan aplasia sumsum tulang meliputi
benzene dan turunan benzene (mis,.
Perekat pesawat terbang);obat anti tumor seperti nitrogen mustard;
antimetabolit, termasuk metotrexate dan 6-merkaptopurin; dan berbagai bahan
toksik, seperti arsen anorganik.
Berbagai bahan yang kadang juga
menyebabkan aplasia atau hipoplasia meliputi berbagai antimikrobial, anti
kejang, obat antitiroid, obat hipoglikemik oral, antihistamini, analgetik,
sedativ, phenothiazine, insektisida, dan logam berat. Yang tersering adalah
antimikrobial,chloramphenicol, dan arsenik organik, anti kejang memphenytoin
(Mesantoin), dan trimethadione (Tridione), obat analgetika antiinflamasi
phenybutazone, sulfonamide, dan senyawa emas.
Dalam berbagai keadaan, anemia
aplastik terjadi saat obat atau bahan kimia masuk dalam jumlah toksik. Namun,
pada beberapa orang, dapat timbul pada dosis yang dianjurkan untuk pengobatan.
Kasus terakhir dapat dianggap sebagai reaksi obat idiosinkrasia pada orang yang
sangat peka dengan alasan yang tidak jelas. Apabila pajananya segera
dihentikan( dalam hal ini, pada saat pertama kali timbulnya retikulositopenia,
topenia, atau trombositopenia) dapat diharapkan penyembuhan yang segera dan
sempurna. Pria muda di masa pubertas hepatitis mempunyai resiko tinggi
mengalami anemia aplastik berat, dengan angka mortalitas tinggi, 90% pada tahun
pertama dengan angka rerata ketahanan hidup enam bulan; transplantasi sumsum
tulang merupakan penanganan pilihan.
Apapun bahan penyebabnya, apabila
pajanan dilanjutkan setelah tanda hipoplasia muncul, maka depresi sumsum tulang
akan berkembang sampai titik di mana terjadi kegagalan sempurna dan
ireversibel, disinilah pentingnya pemeriksaan angka darah sesering mungkin pada
pasien yang mendapat pengobatan atau terpajan secara teratur pada bahan kimia
yang dapat menyebabkan anamia aplastik.
3.5
Pemeriksaan Diagnostik
Karena
terjadi penurunan jumlah sel dalam sumsum tulang, aspirasi sumsum tulang sering
hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan biopsi untuk
menentukan beratnya penurunan elemen sumsum normal dan penggantian oleh lemak.
Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekursor granulosit, eritrosit,
dan trombosit. Akibatnya, terjadi pansitopenia (defisiensi semua elemen sel
darah).
Evaluasi diagnostik yang dirasakan adalah sebagai
berikut :
1. Sel
darah
-
Pada stadium
awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan
-
Jenis anemia
adalah anemia normukromik normositer desertai retikulositopenia
-
Leukopenia
dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah tepi
-
Trombositopenia
yang berfariasi dari ringan sampai dengan sangat berat
2. Laju
endap darah
Laju endap darah selalu meningkat,
sebanyak 62 dari 70 kasus mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam
satu jam pertama (Salonder, dalam IPD jillid II)
3. Faal
hemostatik
Waktu perdarahan memanjang dan
retrikasi bekuan menjadi buruk yang disebabkan oleh trombositopenia.
4. Sumsum
tulang
Hipoplasia sampai aplasia. Aplasia
tidak menyebar secara merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang
yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan diagnosis
anemia aplastik. Pemeriksaan ini harus diulangi pada tempat-tempat yang lain.
5. Lain-lain
Besi serum normal atau meningkat,
TIBC normal, dan HbF meningkat.
Komplikasi yang dapat
terjadi sebagai dampak dari pemeriksaan diagnostik tersebut adalah sebagai
berikut :
Ø Gagal
jantung akibat anemia berat
Ø Kematian
akibat infeksi dan perdarahan apabila sel-sel lain ikut terkena.
3.6 Manifestasi
Klinis
Awitan anemia aplastik biasanya khas yaitu
bertahap, ditandai oleh kelemahan, pucat, sesak napas pada saat latihan, dan
manifestasi anemia lainnya. Perdarahan abnormal akibat trombositopenia
merupakan gejala satu-satunya pada sepertiga pasien. Apabila granulosit juga
terlihat, pasen biasanya mengalami demam, faringitis akut, atau berbagai bentuk
lain sepsis dan perdarahan. Tanda fisik selain pucat dan perdarahan kulit,
biasanya tidak jelas. Pemeriksaaan hitung darah menunjukkan adanya defisiensi
berbagai jenis sel darah (pansitopenia). Sel darah merah normositik dan
normokromik, artinya, ukuran dan warnanya normal. Sering, pasien tidak
mempunyai temuan fisik yang khas; adenopati (pembesaran kelenjar) dan
hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa).
3.7 Penatalaksanaan
Seperti
yang diharapkan pada keadaan yang mengenai sel hematopoetik, anemia aplastik
mempunyai prognisis yang sangat buruk. Dua metode penanganan yang saat ini
sering dilakukan: (1) transplantasi sumsum tulang dan(2) pemberian terapi
immunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
Transplantasi sumsum tulang dilakukan
untuk memberikan persediaan jaringan hematopoesti yang masih dapat berfungsi.
Agar transplantasi dapat berhasil, diperlukan kemampuan menyesuaikan sel donor
dan resipien serta mencegah komplikasi selama masa penyembuhan. Dengan
penggunaan imunosupresan cyclosporine, insidens penolakan tandur kurang dari
10%.
Terapi immunosupresif dengan ATG diberikan
untuk menghentikan fungsi imunologis yang memprpanjang aplasia sehingga
memungkinkan sumsum tulang mengalami penyembuhan. ATG diberikan setiap hari
melalui kateter vena sentral selama 7 sampai 10 hari. Pasien yang berespons
terhadap terapi biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu sampai 3 bulan,
terapi respons dapat lambat sampai 6 bulan setelah penanganan. Pasien yang
mengalami anemia berat dan ditangani secara awal selama perjalanan penyakitnya
mempunyai kesempatan terbaik berespons terhadap ATG.
Berbagai penelitian menunjukkan
apabila ATG dikombinasikan dengan metilprednisolon dosis tinggi, maka anga ketahanan hidup 3-5 tahun berkisar antara 50%
dan 80%. Facon dan kawan-kawan (1991) melaporkan apabila androgen ditambahkan
pada ATG (dengan atau tanpa kortikostreroid dosis tinggi) angka ketahanan hidup
3 tahnunya adalah 77%. Tidak semua peneliti berhasil menggunakan terapi ini
untuk anemia aplastik berat.
Terapi supportif
berperan penting dalam penatalaksanaan anemia
aplastik. Setaip bahan penyebab harus dihentikan. Pasien disokong dengan
transfusi sel darah merah dan trombosit secukupnya untuk mengatasi gejala.
Selanjutnya pasien tersebut akan mengembangkan antibodi terhadap antigen sel
darah merah minor dan antigen trombosit, sehingga transfusi tidak lagi mampu
menaikkan jumlah sel. Kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan atau
infeksi, meskipun antibiaotik, khususnya yang aktif terhadap basil gram
negatif, telah mengalami kemajuan besar pada pasien ini. Pasien dengan
lekopenia yang jelas (penurunan abnormal sel darah putih) harus dilindungi
terhadap kontak dengan orang lain yang mengalami infeksi. Antibiotik tidak
boleh diberikan secara profilaktis pada pasien dengan kadar netrofil rendah dan
abnormal (netropenia) karena antibiotik dapat mengakibatkan kegawatan akibat
resistensi bakteri dan jamur.
3.8 Pencegahan
Pencegahan pengobatan yang mengakibatkan
anemia aplastik sangat penting. Karena tidak mungkin meramalkan pasien mana
yang akan mengalami resksi samping terhadap bahan tertentu, obat yang potensial
toksik hanya boleh digunakan apabila terapi alternatif tidak tersedia. Hitung
sel darah harus dipantau dengan teliti pada pasien yang mendapat obat potensial
toksik terhadap sumsum tulang, seperti chloramphenicol. Pasien yang minum obat
toksik dalam jangka waktu lama harus memahami pentingnya pemeriksaan darah
secara periodik dan mengerti gejala apa yang harus dilaporkan.
3.9 Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Anemia Aplastik
3.9.1
Pengkajian
1. Anamnesa
-
Identitas
Klien
Meliputi nama, jenis
kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
-
Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan
sebab dari anemia yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit.
-
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan
penyebab anema aplastik, serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya
yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan.
-
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya anemia,
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan anemia aplastik yang cenderung
diturunkan secara genetik.
2. Pemeriksaan
Fisik
a.
Aktivitas / Istirahat
-
Gejala : Keletihan, kelemahan otot, malaise umum,
Toleransi
terhadap latihan rendah
Kebutuhan
untuk tidur dan istirahat lebih banyak
-
Tandaa: Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat
beraktivitas atau istirahat
Letargi,
menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya
Ataksia,
tubuh tidak tegak
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda –
tanda lain yang menunjukkan keletihan
b.
Sirkulasi
-
Gejala: Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan
GI, menstruasi berat
Riwayat
Endokarditis kronis
Palpitasi
(takikardia kompensasi)
-
Tanda : Hipotensi postural, Peningkatan sistolik
dengan diastolic stabil dan tekanan nadi
\
melebar,
Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST
dan pendataran atau depresi gelombang T
Bunyi
jantung murmur sistolik
Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa
(konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku
Sclera
biru atau putih seperti mutiara
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke
perifer dan vasokonsriksi kompensasi)
Kuku
mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia)
Rambut
kering, mudah putus, menipis
c.
Integritas Ego
-
Gejala:
Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan mis transfusi
darah
Ketidak
tahuan terhadap tindakan operasi
-
Tanda:
Depresi
Ansietas
d.
Eliminasi
-
Gejala:
Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
Flatulen,
sindrom malabsorpsi
Hematemesis,
feses dengan darah segar, melena
Penurunan
haluaran urine
-
Tanda:
Distensi abdomen
e.
Makanan / cairan
-
Gejala:
Penurunan masukan diet
Nyeri
mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring)
Mual/muntah,
dyspepsia, anoreksia
Adanya
penurunan berat badan
-
Tanda: Membrane
mukusa kering,pucat
Turgor
kulit buruk, kering, tidak elastic
Stomatitis
Inflamasi
bibir dengan sudut mulut pecah
f.
Neurosensori
-
Gejala: Sakit
kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi
Insomnia,
penurunan penglihatan dan bayangan pada mata
Kelemahan,
keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki
-
Tanda: Peka
rangsang, gelisah, depresi, apatis
Tidak
mampu berespon lambat dan dangkal
Hemoragis
retina
Epistaksis
g.
Nyeri/kenyamanan
-
Gejala: Nyeri
abdomen samar, sakit kepala
-
Tanda: Angina,
h.
Pernapasan
-
Gejala: Napas
pendek pada istirahat dan aktivitas
-
Tanda: Takipnea,
ortopnea dan dyspnea
i.
Keamanan
-
Gejala: Riwayat
pekerjaan terpajan bahan kimia, misal: insektisida
Riwayat
terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau kecelakaan
Riwayat
Terapi kanker
-
Tanda: Peteki
dan Ekimosis
3.9.2
Diagnosa Keperawatan
1.
Ganguan rasa nyaman berupa nyeri berhubungan
dengan prosedur transplantasi Sumsum tulang.
2.
Mekanisme koping individu tidak efektif
berhubungan dengan proses transplantasi Sumsum tulang
3.
Trombositopenia berhubungan dengan transplantasi
sumsusm tulang
4.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke
sel.
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
A.
Intervensi
1.
Diagnosa: Ganguan rasa nyaman
berupa nyeri berhubungan dengan prosedur transplantasi Sumsum tulang
Tujuan: Nyeri pada pasien
berkurang atau hilang
Kriteria Hasil: Pasien tidak
merasa nyeri dalam kurun waktu 1 minggu
Intervensi:
-
Kaji rasa nyeri
yang dirasaka pasien : lokasi, kapan mulainya, frekuensi, intensits, dan
kualitas
R/ Untuk mengetahui lokasi dan
durasi waktu nyeri
-
Identifikasi
tindakan pengendalian nyeri yang efektif
R/ Untuk mengurangi nyeri yang di
rasa pasien
-
Berikan obat
sesuai dengan petunjuk dokter dan kebutuhan
R/ Terapi bisa dilaksanakan sesuai
prosedur dan panyakit dapat disembuhkan dengan durasi waktu yang sesuai
-
Kaji efektivitas
tindakan mengatasi nyeri
Untuk mengefektifkan tindakan
mengetasi nyeri seperti relaksasi dan lain - lain
-
Instruksikan
pasien dengan teknik relaksasi
R/ Pasien dapat mengurangi nyeri yang
dirasakan
2.
Diagnosa:
Mekanisme koping individu tidak efektif berhubungan dengan proses
transplantasi Sumsum tulang
Tujuan: Koping individu
berjalan dengan efektif
Kriteria Hasil: Pasien dapat
melakukan koping secara efektif
Intervensi:
-
Kaji kadar stres
pasien dan ansietas yang berhubungan dengan :
Ketidakpastian
masa depan
Gejala
yang menggangu
Perubahan
konsep diri
R/
Agar dapat Mengetahui seberapa stres pasien
-
Kaji tanda
perilaku yang berisiko dan maladaptif yang berhubungan dengan tidakan kesehatan
yang dilakukan
R/Untuk menghindari adanya penyakit
yang beresiko lainya yang berhubungan dengan tindakan yang dilakukan
-
Identifikasi
sistem dukungan pasien, pola komunikasi, dan sumber dukungan
R/Agar mempercepat proses
penyembuhan pasien
-
Dorong pasien
untuk mengungkapkan rasa takutnya
R/Dengan pengungkapan rasa takut
pasien mampu untuk mempercepat proses penyembuhan
-
Bantu pasien
untuk pemecahan masalah yang diperlukan
R/Dengan pemecahan masalah yang
diperlukan oleh pasien akan mempercepat proses penyembuhan
-
Berikan
kepastian bahwa kegelisahan atau stres yang dialami merupakan hal yang biasa di
antara pasien transplantasi
R/ untuk memberikan pendidikan pada
pasien agar pasien tidak cemas atau mengalami ansietas
-
Berikan rujukan
kepada sumber-sumber pekerja sosial, bagian psikologi, atau komunikasi yang
tepat
R/Dengan melakukan kolaborasi
dengan Anggota tim medis lain akan memberikan perawatan yang efektif
3.
Diagnosa: Trombositopenia berhubungan dengan transplantasi sumsusm
tulang
Tujuan: Jumlah trombosit dalam
darah nilanya normal yakni 150.000 – 400.000 sel/ ul darah
Kriteria Hasil: Pasien dapat
terpenuhi trombositnya dalam 1 minggu
Intervensi:
-
Pantau jumlah
trombosit dan antisipasi penurunannya
-
Kaji tanda dan
gejala perdarahan :
Petekie,
ekimosis, epistaksis
Perdarahan
vaginal atau rektal
4.
Diagnosa: Perubahan perfusi
jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen/nutrient ke sel
Tujuan: Peningkatan perfusi jaringan
Kriteria Hasil :Klien menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi:
-
Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna
kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
R/ Memberikan informasi tentang
derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan
intervensi.
-
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
R/ Meningkatkan ekspansi
paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan :
kontraindikasi bila ada hipotensi.
-
Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi
adventisius.
R/ Gemericik menununjukkan gangguan jantung
karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung
-
Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
R/ Iskemia seluler mempengaruhi jaringan
miokardial/ potensial risiko infark.
-
Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur
suhu air mandi dengan thermometer.
R/ Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena
gangguan oksigen
-
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel
darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
R/ Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan
pengobatan /respons terhadap terapi.
-
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R/ Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan
Tujuan: Dapat mempertahankan /meningkatkan
ambulasi/aktivitas.
Kriteria Hasil :
- melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
(termasuk aktivitas sehari-hari)
-menunjukkan penurunan tanda intolerasi
fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang
normal
Intervensi:
1. Mempengaruhi pilihan
intervensi/bantuan
R/ Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
2. Menunjukkan perubahan
neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko
cedera
R/ Menunjukkan perubahan neurology
karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera
3. Manifestasi kardiopulmonal
dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
R/ Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
4. Meningkatkan istirahat
untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan
paru
R/ Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru
5. Meningkatkan aktivitas
secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa
kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
R/ Meningkatkan aktivitas secara
bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan.
Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
Daftar
Pustaka
- Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
2. Otto,
Shirley e.(2003): Buku Saku Keperawatan Onkologi, Jakarta: EGC; 2005
3. Smeltzer
Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;
2001
4. Handayani,
Wiwik,Haribowo,. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan gangguan Sistem Hematologi
jilid 1,.Jakarta:Salemba Medika; 2008
5. Cecily,
lynn Betz & Linda A. Sowden,. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Alih Bahasa
Indonesia Eny Meiliya.Ed 5,. Jakarta : EGC; 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar