Kamis, 05 April 2012

CERPEN PENYESALANKU


Tasya kembali mengingat kenangan lamanya Angga. Manis nama itu, semanis orangnya. Dialah sahabat sejati Tasya yang selalu diingatannya. Sudah enam tahun mereka mengenal antara satu sama lain. Kegembiraan dan keperitan hidup di alam remaja mereka melalui bersama. Tetapi semua itu hanya tinggal kenangan saja. Tasya kehilangan seorang sahabat yang tak akan pernah ada gantinya.
Peristiwa itu berlaku dua tahun yang lalu. Sewaktu itu mereka sedang berada di kantin sekolah. Tasya sedang marah kepada Angga karena mengambil pensil kesukaannya tanpa seijinya dan menghilangkannya.
Apabila Tasya bertanya, dia hanya berkata bahwa dia akan menggantinya. Tasya tidak mau dia menggantinya. Karena pensil yang hilang itu akan berbeda dengan pensil yang akan diganti oleh Angga. Pensil yang hilang itu adalah hadiah dari Angga sewaktu mereka pertama kali bersahabat.
"Aku nggak mau kau menggantinya! Pensil yang hilang itu berharga bagiku!” Tasya memarahi Angga.
"Sebelum kau menemukan pensil itu, aku nggak mau berbicara denganmu, ingat itu!" Cetus Tasya pada Angga.
Meja kantin itu dipukulnya dengan kuat hingga membuat Angga terkejut. Wajah Tasya bertambah merah ketika ia marah . Angga dengan keadaan sedih dan terkejut hanya berdiamkan diri lalu beranjak dari tempat duduknya. Tasya tau Angga akan merasa sedih mendengar kata-katanya itu. Tasya tidak berniat untuk melukainya tetapi waktu itu dia terlalu marah dan tanpa dia sedari, mutiara jernih membasahi pipinya.
"Sudah beberapa hari Angga tidak datang ke sekolah. Aku merasa risau. Apa dia sakit? Apa yang terjadi?!" Kata Tasya seorang diri.
Benak fikirannya diganggu oleh seribu satu pertanyaan "Eh! Atau aku kerumahnya saja?!" Bisik Tasya di hatinya. Tapi niatnya terhenti.
Tiba-tiba telepon dirumah Tasya berbunyi "Ring,riiiiiiiing,riiiiiiiiing,riiiiiiiing"Ibu Tasya yang menjawab panggilan itu.
"Tasya, oh, Tasya "Teriak ibunya.
"Cepat, salin baju. Kita pergi rumah Angga ada sesuatu yang sedang terjadi disana. Kakaknya Angga telepon menyuruh kita pergi rumahnya sekarang juga" Suara ibu Tasya tergesa-gesa menyuruh anak gadisnya itu bertindak cepat. Tiba-tiba jantung Tasya bergerak laju. Tak pernah dia merasa begitu. Dia merasakan kegalauan. Ini bertanda ada sesuatu buruk yang sedang terjadi.
"Ya Allah, tenangkanlah hatiku ini. Apapun yang sedang terjadi aku sadar jika ini hanyalah ujianMu semata. Ku mohon jauhilah segala perkara yang buruk. Aku mohon kepada Mu selamatkanlah sahabatku YA ALLAH." Doa Tasya pada Allah sepanjang perjalanannya ke rumah Angga.
ketika tiba di sana, rumahnya terlihat banyak keluarganya. Tasya menghampiri ibu Angga dan bersalaman dengan ibunya lalu memberanikan diri untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
“Angga kecelakaan sewaktu menyeberang jalan yang ada didekat sekolahnya." Cerita ibu Angga, dengan isak tangis yang tersedu- sedu.
“Dia sedang nggak enak badan, tapi tetap saja ia ingin pergi ke sekolah. Katanya ingin bertemu denganmu. Tapi keinginan itu tak terwujud. Sampai di saat dia menghembuskan nafasnya, kakaknya yang ada disisinya menemukan surat yang berada digenggamannya.” Terisak-isak suara ibu Angga menceritakanya sambil memberikab surat yang Angga ingin memberikan pada sahabatnya.

Didalam sampul surat itu terdapat pensil kesukaanku. Didalam surat itu juga terdapat tulisan.

Tasya Andini,
Aku minta maaf karena membuatmu marah karena telah menghilangkan pensil kesukaanmu. Setelah kau memarahi aku, aku pulang dari sekolah yang saat itu hujan lebat karena  ingin mencari pensilmu. Ku nggak menemukannya di ruma, tapi aku tak putus asa dan mencoba untuk mengingatnya dan aku teringat, pensil itu ada di meja lab IPA . Itupun agak lambat aku pergi kesekolah karena lagi nggak enak badan tapi dengan bantuan TIa, dia membantuku untuk mencarinya. Pensil itu ditemukan Tia dibawah mejamu. Terima kasih karena telah menghargai pemberianku dan persahabatan yang terjalin selama setahun. Terima kasih banyak karena selama ini mengajarkan aku tentang arti persahabatan.

                                                          Angga Saputra.

Tak terasa Tasyapun mengeluarkan air matanya yang jatuh berlinangan, andai saja dia bisa menjerit sekuat hatinya, ia ingin memeluk jasad sahabatnya itu, namun semuanya sudah terlambat. Tiba-tiba Tasya terbangun dari lamunannya itu.
Persahabatannya itu lebih berharga daripada sebuah pensil yang hanya benda mati, kini Tasya sangat menyesali perbuatannya itu. Kini iapun berjanji takakan membiarkan peristiwa yang sama terjadi lagi. Setalah kejadian itu Tasya lebih mendekatkan diri kepada Allah, semoga Angga tenang dialam sana.
TEGAR GALIE P. (22)
XII-IPA2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar