Tasya
kembali mengingat kenangan lamanya Angga. Manis nama itu, semanis orangnya.
Dialah sahabat sejati Tasya yang selalu diingatannya. Sudah enam tahun mereka
mengenal antara satu sama lain. Kegembiraan dan keperitan hidup di alam remaja
mereka melalui bersama. Tetapi semua itu hanya tinggal kenangan saja. Tasya
kehilangan seorang sahabat yang tak akan pernah ada gantinya.
Peristiwa
itu berlaku dua tahun yang lalu. Sewaktu itu mereka sedang berada di kantin
sekolah. Tasya sedang marah kepada Angga karena mengambil pensil kesukaannya
tanpa seijinya dan menghilangkannya.
Apabila
Tasya bertanya, dia hanya berkata bahwa dia akan menggantinya. Tasya tidak mau
dia menggantinya. Karena pensil yang hilang itu akan berbeda dengan pensil yang
akan diganti oleh Angga. Pensil yang hilang itu adalah hadiah dari Angga
sewaktu mereka pertama kali bersahabat.
"Aku
nggak mau kau menggantinya! Pensil yang hilang itu berharga bagiku!” Tasya
memarahi Angga.
"Sebelum
kau menemukan pensil itu, aku nggak mau berbicara denganmu, ingat itu!"
Cetus Tasya pada Angga.
Meja
kantin itu dipukulnya dengan kuat hingga membuat Angga terkejut. Wajah Tasya
bertambah merah ketika ia marah . Angga dengan keadaan sedih dan terkejut hanya
berdiamkan diri lalu beranjak dari tempat duduknya. Tasya tau Angga akan merasa
sedih mendengar kata-katanya itu. Tasya tidak berniat untuk melukainya tetapi
waktu itu dia terlalu marah dan tanpa dia sedari, mutiara jernih membasahi
pipinya.
"Sudah
beberapa hari Angga tidak datang ke sekolah. Aku merasa risau. Apa dia sakit?
Apa yang terjadi?!" Kata Tasya seorang diri.
Benak
fikirannya diganggu oleh seribu satu pertanyaan "Eh! Atau aku kerumahnya
saja?!" Bisik Tasya di hatinya. Tapi niatnya terhenti.
Tiba-tiba
telepon dirumah Tasya berbunyi "Ring,riiiiiiiing,riiiiiiiiing,riiiiiiiing"Ibu
Tasya yang menjawab panggilan itu.
"Tasya,
oh, Tasya "Teriak ibunya.
"Cepat,
salin baju. Kita pergi rumah Angga ada sesuatu yang sedang terjadi disana.
Kakaknya Angga telepon menyuruh kita pergi rumahnya sekarang juga" Suara
ibu Tasya tergesa-gesa menyuruh anak gadisnya itu bertindak cepat. Tiba-tiba
jantung Tasya bergerak laju. Tak pernah dia merasa begitu. Dia merasakan
kegalauan. Ini bertanda ada sesuatu buruk yang sedang terjadi.
"Ya
Allah, tenangkanlah hatiku ini. Apapun yang sedang terjadi aku sadar jika ini
hanyalah ujianMu semata. Ku mohon jauhilah segala perkara yang buruk. Aku mohon
kepada Mu selamatkanlah sahabatku YA ALLAH." Doa Tasya pada Allah
sepanjang perjalanannya ke rumah Angga.
ketika tiba di sana, rumahnya terlihat banyak keluarganya. Tasya menghampiri ibu Angga dan bersalaman dengan ibunya lalu memberanikan diri untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
ketika tiba di sana, rumahnya terlihat banyak keluarganya. Tasya menghampiri ibu Angga dan bersalaman dengan ibunya lalu memberanikan diri untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
“Angga
kecelakaan sewaktu menyeberang jalan yang ada didekat sekolahnya." Cerita
ibu Angga, dengan isak tangis yang tersedu- sedu.
“Dia
sedang nggak enak badan, tapi tetap saja ia ingin pergi ke sekolah. Katanya
ingin bertemu denganmu. Tapi keinginan itu tak terwujud. Sampai di saat dia
menghembuskan nafasnya, kakaknya yang ada disisinya menemukan surat yang berada digenggamannya.”
Terisak-isak suara ibu Angga menceritakanya sambil memberikab surat yang Angga ingin memberikan pada
sahabatnya.
Didalam sampul surat itu terdapat pensil kesukaanku. Didalam surat itu juga terdapat tulisan.
Didalam sampul surat itu terdapat pensil kesukaanku. Didalam surat itu juga terdapat tulisan.
Tasya Andini,
Aku minta maaf karena membuatmu marah
karena telah menghilangkan pensil kesukaanmu. Setelah kau memarahi aku, aku
pulang dari sekolah yang saat itu hujan lebat karena ingin mencari pensilmu. Ku nggak menemukannya
di ruma, tapi aku tak putus asa dan mencoba untuk mengingatnya dan aku
teringat, pensil itu ada di meja lab IPA . Itupun agak lambat aku pergi
kesekolah karena lagi nggak enak badan tapi dengan bantuan TIa, dia membantuku
untuk mencarinya. Pensil itu ditemukan Tia dibawah mejamu. Terima kasih karena
telah menghargai pemberianku dan persahabatan yang terjalin selama setahun.
Terima kasih banyak karena selama ini mengajarkan aku tentang arti
persahabatan.
Angga
Saputra.
Tak
terasa Tasyapun mengeluarkan air matanya yang jatuh berlinangan, andai saja dia
bisa menjerit sekuat hatinya, ia ingin memeluk jasad sahabatnya itu, namun
semuanya sudah terlambat. Tiba-tiba Tasya terbangun dari lamunannya itu.
Persahabatannya
itu lebih berharga daripada sebuah pensil yang hanya benda mati, kini Tasya
sangat menyesali perbuatannya itu. Kini iapun berjanji takakan membiarkan
peristiwa yang sama terjadi lagi. Setalah kejadian itu Tasya lebih mendekatkan
diri kepada Allah, semoga Angga tenang dialam sana.
TEGAR
GALIE P. (22)
XII-IPA2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar